Asupan kalsium di Asia menjadi yang paling rendah, yaitu 868 mg/hari jika dibandingkan dengan orang kulit putih (1180 mg/hari) dan Hispanik (896 mg/hari). Begitu pula dengan asupan kalsium di Indonesia. Masyarakat di Indonesia hingga saat ini diketahui masih belum memenuhi tingkat gizi kalsiumnya. Menurut pdpersi.co.id (2006), rata-rata konsumsi kalsium remaja di Indonesia yaitu hanya sebesar 240 mg/hari. Sementara kecukupan kalsium pada remaja di Indonesia seharusnya adalah 1000 mg/hari (AKG Indonesia, 2006). Kurangnya kandungan gizi kalsium dapat menyebabkan beberapa dampak bagi masyarakat, diantaranya yaitu lambatnya pertumbuhan tulang pada anak, kurang kuatnya tulang sehingga mempercepat proses pengeroposan tulang (osteoporosis), dan lain sebagainya.

Kurang terpenuhinya gizi kalsium masyarakat dapat dikarenakan masyarakat masih mengandalkan terpenuhinya kalsium hanya dari mengonsumsi susu sapi atau susu kedelai. Padahal, kandungan gizi kalsium dapat terpenuhi dari sumber lainnya, salah satunya adalah dari pengolahan limbah cangkang kepiting menjadi tepung yang dapat digunakan sebagai bahan baku atau bahan tambahan pembuatan makanan yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Makanan yang dapat dibuat dengan penambahan tepung cangkang kepiting yaitu seperti crackers, biskuit, bahkan mie.

Cangkang kepiting sendiri mengandung banyak kandungan gizi yang dapat dimanfaatkan juga sebagai bahan makanan, seperti kalsium, protein, karbohidrat, dan lainnya. Komposisi kimia tepung cangkang kepiting bakau (Scylla serrata) meliputi kadar air 5,38% (bb), abu 57,26% (bk), lemak 2,38% (bk), protein 13,62% (bk) serta karbohidrat 28,67% (by difference). Kadar abu merupakan komponen cangkang kepiting bakau yang memiliki nilai tertinggi yaitu 57,26% bk. Hal ini menunjukkan bahwa cangkang kepiting bakau mengandung mineral yang sangat tinggi.

Pembuatan tepung dari limbah cangkang kepiting menjadi makanan yang dapat dikonsumsi, dalam hal ini yaitu mie, merupakan salah satu pemanfaatan untuk mengurangi limbah yang masih dapat dimanfaatkan, meningkatkan nilai gizi kalsium masyarakat, serta mengurangi kegiatan impor pangan dengan adanya produk inovasi baru bergizi tinggi. Kegiatan pengolahan limbah cangkang kepiting selain memenuhi dalam bidang pangan, juga dapat membantu dalam bidang perekonomian masyarakat. Kegiatan pengolahan limbah cangkang dapat meningkatkan ekonomi dengan diperlukannya tenaga kerja dalam produksinya, sehingga dapat mengurangi pengangguran di masyarakat sekitar, serta dapat juga meningkatkan pendapatan masyarakat.

Adanya pemanfaatan limbah cangkang kepiting menjadi tepung sebagai bahan penambahan pangan berkalsium tinggi ini merupakan gagasan yang diberikan oleh dua mahasiswa Kema FPIK, yaitu M. Fikry Adrian (Perikanan 2017) dan Siti Faridah (Perikanan 2017) pada kegiatan National Essay Competition Kovalen Edu Fair IX 2019 yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Prodi Kimia Kovalen Universitas Sebelas Maret pada tanggal 26-27 Oktober 2019, dengan mengusung tema kegiatan yaitu “Realisasi Peran Generasi Milenial dalam Mendukung Pembangunan Berkelanjutan Guna Terciptanya Sustainable Development Goals (SDGs) Tahun 2030”.

Begitu merasa bangga bagi kedua mahasiswa perwakilan FPIK yang dapat berpartisipasi dengan mempresentasikan hasil karya essay yang dibuatnya pada kegiatan Grand Final bersaing dengan sembilan tim lainnya dalam mengemukakan gagasannya demi terciptanya SDGs sesuai tema yang diusung. Adanya kegiatan-kegiatan semacam ini yang diikuti oleh para mahasiswa FPIK diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumber daya Kema FPIK menjadi lebih unggul dan mampu bersaing dengan sumber daya dari universitas lain untuk membuktikan bahwa Universitas Padjadjaran memiliki banyak generasi muda yang dapat bermanfaat dan berperan penting bagi bangsa dan negara.